Entri Populer

Kamis, 18 Februari 2010

Infeksi nosokomial (Hospital Acquired Infection / Nosocomial Infection) merupakan infeksi yang didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit atau pernah dirawat dirumah sakit.
suatu infeksi dikatakan sebagai infeksi nosokomial apabila :
  1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis infeksi tersebut.
  2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
  3. Tanda-tanda klinis infeksi tersebut baru timbul sekurang kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.
  4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
  5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat dirumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Terdapat 2 keadaan khusus suatu infeksi termasuk dalam infeksi nosokomial :
  1. Penyakit yang gejala klinisnya timbul setelah pasien pulang namun infeksinya diperoleh ketika masih dirawat, contohnya sebagian infeksi luka operasi, abses payudara pada ibu-ibu muda dan penyakit heptitis B.
  2. Infeksi pada neonatus sebagai akibat keluarnya melalui jalan lahir.
Terdapat 2 keadaan yang dianggap bukan infeksi :
  1. Kolonisasi, yaitu adanya bakteri (pada kulit, mukosa, luka terbuka atau dalam ekskresi atau sekresi ) yang tidak menimbulkan tanda-tanda klinis adanya infeksi.
  2. Inflamasi (peradangan) yaitu keadaan sebagai akibat respons jaringan terhadap cidera (injury) atau stimulasi oleh zat-zat non infeksius seperti bahan kimia.


I. SEJARAH DAN MASALAH INFEKSI NOSOKOMIAL

Semmelweis di Wina pada tahun 1845 - 1848 mendapatkan kasus-kasus demam setelah bersalin pada ibu-ibu yang persalinannya ditolong oleh dokter-dokter dan para mahasiswa kedokteran yang tangannya tercemar karena menyentuh mayat pada praktikum otopsi bedah mayat atau setelah menangani jaringan nekrotik pada pasien. Semmelweis berpendapat bahwa dengan mendesinfeksi tangan dengan campuran air dan chlorine setelah melakukan otopsi dapat memutuskan mata rantai penyebaran infeksi. Semmelweis dapat dianggap sebagai penemu infeksi kontak.
Sejak 1856, selama 20 tahun Florence Nightngale dan William Farr mendapatkan bahwa angka kematian pada tentara jauh lebih tinggi (35/1000) dibandingkan dengan sipil yang usianya setara ( 9,2 / 1000). Penyebabnya adalah penyakit - penyakit menular dan penuh sesaknya ruang perawatan tentara. Angka kematian dapat diturunkan dengan tajam dengan perbaikan perilaku higienik serta makanan dan air.
Pasteur dalam karya ilmiahnya pada tahun 1863 menjelaskan penemuannya bahwa penyebab fermentasi dan pembusukan kalsu dan susu adalah organisme kecil yang disebut mikroba. Dalam percobaannya dengan menggunakan botol leher angsa, dibuktikan bahwa bila kaldu dididihkan dan ditutup rapat maka fermentasi tidak terjadi, karena mikroba tidak dapat masuk ke dalam kaldu.
Dari laporan Pasteur tersebut, Lister, seorang ahli bedah Inggris, mencoba menutup luka-luka tulang terbuka ( open fracture) pada korban kecelakaan dengan perban yang dicelup karbol untuk menghalangi masuknya mikroba dari udara. Ternyata pasien tersebut berhasil terhindar dari gangren sehingga tidak perlu diamputasi. Kemudian diterapkannya tehnik tersebut pada operasi abses otot panggul dan mastektomi radikal. Lister berhasil melaksanakan mastektomi radikal pertama tanpa infeksi. Selanjutnya Lister juga mencelupkan benang ligasi pembuluh darah dan alat-alat lainnya dengan karbol.
Pada akhir abad ke-18, apron bedah warnanya hitam, sehingga tidak terlihat bila ternoda darah atau kotoran. Profesor Von Bergman dari Jerman, yang pernah mengalami infeksi karena terluka saat melakukan operasi, merasa perlu mengadakan perubahan. Ia mengharuskan staf dokter dan perawatnya untuk memakai gaun putih yang bersih saat melakukan pembedahan.
Seorang dokter desa di Jerman bernama Robert Koch berhasil menemukan dan membiakkan mikroorganisme penyebab wabah anthrax pada ternak dan disusul dengan penemuan jenis-jenis lainnya. Kemudian ia juga berhasil mengetahui bahwa bakteri tertentu dapat melindungi diri terhadap karbol dengan cara membungkus diri dengan kotoran atau lemak. Beberapa jenis bakteri juga ternyata kebal terhadap zat kimia yang pada masa itu dipakai sebagai desinfektan. Masalah tersebut berhasil diselesaikan dengan uap panas, karena terrnyata bakteri dan spora yang resisten terhadap zat kimia tersebut mati bila terkena uap panas.
Mikulicz, seorang ahli bedah keturunan Austria-Jerman, adalah yang pertama kali memakai sarung tangan dalam pembedahan. Ia memakai sarung tangan rajutan yang telah disterilisasi. Namun ternyata sarung tangan ini sangat cepat menjadi basah dan harus diganti terus menerus. Masalah tersebut dapat dipecahkan setelah pada tahun 1890, Prof Halsted, seorang ahli bedah dari Amerika Serikat memperkenalkan sarung tangan karet yang sangat tipis dan pertama kali dipakai oleh pacarnya, seorang instrumentator bedah yang tangannya tidak tahan terhadap chlorine. Sarung tangan karet yang dibuat oleh pabrik karet Goodyear tersebut sangat tipis bagaikan kulit kedua dan dapat disterilisasi dengan uap.
Meleney menekankan tentang sistem surveilans aktif pada infeksi luka operasi. Dukes menemukan bakteriuri asimptomatik pada pasien yang kandung kemihnya dikateterisasi , yaitu suatu infeksi saluran kemih.
Pada pertengahan tahun 1950-an, beberapa rumah sakit di Amerika Serikat dan negara-negara lain dikejutkan dengan pandemi infeksi Staphylococus yang makin kebal terhadap antibiotik yang ada pada saat itu dan lebih virulen dari jenis sebelumnya. Demikian pula penggunaan teknologi diagnostik danterapi yang lebih kompleks menimbulkan jenis kuman patogen yang oportunis (misalnya batang gram negatif, jamur dan parasit) yang menyerang orang-orang rentan.
United States Center For Disease Control (CDC), Atlanta) dibentuk unit peneliti infeksi nosokomial. Sejak tahun 1970 sampai sekarang CDC bekerja sama dengan rumah sakit -rumah sakit pemerintah dan swasta membentuk National Nosocomial Infection Surveillance System (NNIS).


II. ISOLASI



A. Sejarah

Cara isolasi telah dikembangkan sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1983, CDC memodifikasi rekomendasinya menjadi kategori-spesifik, penyakit spesifik dan sistem rancangan-fasilitas. Tahun 1984, Lynch dkk mengembangkan sistem Body Substance Isolation ( BSI ) yang menggunakan sarung tangan untuk menyentuh bagian tubuh yang lembab. Untuk merespon epidemi HIV /AIDS pada tahun 1987 CDC menganjurkan strategi spesifik untuk infeksi melalui darah ( Universal Precautions).
Sistem isolasi kategori spesifik membagi langkah-langkah pencegahan menjadi tujuh kelompok, yaitu Strict Isolation, Contact Isolation, Respiratory Isolation, Tuberculosis ( acid-fast bacillli) Isolation, Enteric Precaution, Drainage / Secretion Precautions dan Blood and Body Fluid Precautions. Setiap kelompok memiliki prosedur yang spesifik untuk tiap kelompok penyakit. Keuntungannya adalah kemudahannya untuk diikuti, walaupun kadang-kadang bisa saja terjadi tindakan isolasi yang berlebihan. Sistem penyakit-spesifik lebih beragam dalam implementasinya dan sulit untuk diikuti karena begitu banyaknya jumlah penyakit infeksi.
Pada tahun 1996, CDC merevisi petunjuk isolasi untuk rumah sakit ( Isolation Precaution ) yang terdiri dari dua komponen :
  1. Standard Precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan Universal Precautions, tapi sarung tangan dipakai untuk seluruh daerah lembab pada pasien, termasuk ekskresi dan sekresi. Jadi ini merupakan kombinasi antara Universal Precautions dan BSI.
  2. Transmission-based Precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang terdiagnosa atau dicurigai infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi atau terkolonisasi dengan organisme yang epidemis.
  • Airborne Precautions digunakan untuk infeksi yang disebarkan oleh cairan yang butirannya lebih kecil dari 5 um. Tiga jenis penyakit yang ditularkan melalui cara ini adalah Tuberkulosis paru, chiken pox dan measles.
  • Droplet Precautions digunakan untuk infeksi yang disebarkan melalui butiran cairan yang lebih besar (> 5um) seperti influenza.
  • Contact precautions dipakai untuk pasien yang diketahui atau dicurigai terinfeksi dengan organisme epidermis seperti species yang kebal berbagai obat atau spesies Enterococcus yang kebal terhadap Vancomycin.
STANDARD PRECAUTIONS

Standard Precautions digunakan untuk semua pasien tanpa memandang status ekonomi, sosial atau penyakit.

A. Cuci Tangan

a. Cuci tangan
Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi danbarang-barang terkontaminasi, meskipun menggunakan sarung tangan. Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan, diantara kontak dengan satu pasien dan yang berikutnya, dan kapan saja bila diperlukan untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau ke lingkungan. kadang- kadang diperlukan mencuci tangan diantara dua tugas atau prosedur yang berbeda pada pasien yang sama untuk mencegah kontaminasi silang pada bagian tubuh yang lain
b. Gunakan sabun cuci tangan
c. Gunakan zat antimikroba atau zat antiseptik tanpa air untuk keadaan yang khusus ( KLB atau infeksi hiperendemis).

B. Sarung Tangan

  1. Pakai sarung tangan ( bersih dan tidak perlu steril) jika menyentuh darah,cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan barang-barang yang terkontaminasi.
  2. Pakai sarung tangan tepat sebelum menyentuh lapisan mukosa dari kulit yang luka.
  3. Ganti sarung tangan diantara dua tugas dan prosedur berbeda pada pasien yang sama setelah menyentuh bagian yang kemungkinan mengandung banyak mikroorganisme .
  4. Lepas sarung tangan tepat saat selesai suatu tugas, sebelum menyentuh barang dan permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi dan sebelum berpindah ke pasien lain. serta segera cuci tangan untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.

C. Masker

Gunakan masker dan pelindung mata atau wajah untuk melindungi lapisan mukosa pada mata, hidung dan mulut saat melakukan prosedur atau aktifitas perawatan pasien yang memungkinkan adanya cipratan darah atau cairan tubuh lainnya.


D. Gaun / Apron

Gunakan gaun ( bersih dan tidak perlu steril) untuk melindungi kulit dan untuk mencegah ternodanya pakaian saat melakukan prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang memungkinkan adanya cipratan darah. Lepas gaun kotor segera dan cuci tangan untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.


E. Peralatan Perawatan Pasien

Peralatan perawatan pasien yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi hendaknya diperlakukan sedemikian rupa sehingga tidak bersentuhan dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak mengotori pakaian dan tidak memindahkan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.
Pastikan bahwa peralatan yang dapat dipakai ulang tidak dipakai lagi untuk pasien lain sebelum dibersihkan dan diproses selayaknya.

F. Pengendalian Lingkungan

Rumah sakit harus memiliki prosedur yang memadai untuk perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur,tiang-tiang tempat tidur,peralatan samping tempat tidur dan permukaan lain yang sering disentuh serta pastikan prosedur ini dilaksanakan.

G. Linen

Tangani,transportasikan dan proseslah linen yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi dengan baik sehingga tidak bersentuhan dengan kulit dan lapisan mukosa, tidak mengotori pakaian dan tidak memindahkan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.

H. Keselamatan kerja karyawan dan penularan penyakit melalui darah

a. Jangan sampai terluka saat memakai jarum,skapel dan instrumen atau peralatan lain yang tajam; saat menangani peralatan tajam setelah selesai suatu prosedur; saat membersihkan instrumen kotor dan saat membuang jarum bekas. Jangan memasang kembali tutup jarum atau berbuat apapun terhadap jarum itu dengan menggunakan kedua tangan atau menggunakan tehnik apapun yang mengarahkan mata jarum ke arah bagian tubuh manapun tetapi gunakanlah tehnik satu tangan atau peralatan khusus untuk memegang jarum. Jangan melepas jarum bekas dari spuitnya dengan tangan dan jangan menekuk, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan. Letakkan benda-benda tajam sekali pakai seperti jarum dan spuit bekas, mata skapel bekas dan peralatan tajam lainnya dalam wadah yang tahan tusukan yang diletakkan sedekat mungkin dan sepraktis mungkin di lokasi penggunaan peralatan.
b. Peralatan yang dapat menggantikan pernafasan dari mulut ke mulut seperti mouthpiece, kantong resusitasi dan peralatan ventilasi lainnya hendaknya diletakkan di tempat yang sering dibutuhkan.


I. Isolasi Pasien

Tempatkan pasien yang mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak dapat menjaga higiene lingkungan dalam ruangan tersendiri. Bila tidak tersedia ruangan tersendiri, konsultasikan dengan petugas pengendalian infeksi mengenai penempatan pasien tersebut atau alternatif lainnya.

PENERAPAN ISOLASI DI NEGARA-NEGARA DENGAN SUMBER DAYA YANG TERBATAS

Bila fasilitas isolasi tidak memadai, berikut ini petunjuk pokok yang bisa digunakan :

1. Untuk mengontrol kontak pernapasan :
  • Tempatkan pasien di ruang terpisah atau sejauh mungkin dari pasien-pasien lain.
  • Pakailah masker atau kain penutup hidung dan mulut bila berdekatan dengan pasien.
  • Instruksikan pada pasien untuk menutup mulut saat batuk.
2. Untuk mengontrol kontak langsung
  • Luka harus segera tertutup
  • Cucilah tangan dengan baik sebelum dan sesudah setiap kontak dengan pasien
  • Buanglah pembalut, sputum dan cairan tubuh dengan cara yang aman
3. Untuk mengontrol kontak tak langsung
  • Jauhkanlah benda-benda yang berhubungan dengan pasien isolasi dari pasien-pasien lain.
  • Cuci semua peralatan dan linen dengan baik
  • Cucilah tangan dengan baik sebelum dan sesudah setiap kontak dengan pasien
4. Untuk mengontrol kontak melalui vektor
  • Pakailah kelambu atau kawat nyamuk untuk kamar pasien pada musim nyamuk.
  • Cegah adanya air tergenang di seluruh fasilitas medis